Gosip

Kronologi Peristiwa G30S PKI: Awal Mula Penculikan, Nama dan Jumlah Korban, Serta Dampak yang Ditimbulkan

Peristiwa G30S/PKI pada 30 September–1 Oktober 1965 menewaskan enam jenderal TNI AD beserta sejumlah korban lain, termasuk ajudan, perwira, dan warga sipil, yang kemudian memicu gelombang penumpasan PKI dan mengubah arah politik Indonesia.
30 September 2025 | 09:26 WIB
Kronologi Peristiwa G30S PKI: Awal Mula Penculikan, Nama dan Jumlah Korban, Serta Dampak yang Ditimbulkan
G30S PKI

Peristiwa yang umum disebut Gerakan 30 September (G30S) atau G30S/PKI adalah rangkaian aksi kekerasan yang berpuncak pada penculikan dan pembunuhan beberapa perwira tinggi Angkatan Darat di Jakarta pada malam 30 September hingga dini hari 1 Oktober 1965.

Peristiwa ini kemudian diikuti oleh gelombang anti-komunis besar-besaran serta perubahan politik yang cepat di Indonesia. Versi resmi dan interpretasi akademis berbeda-beda; di sini disajikan rangkaian kejadian yang banyak dirujuk oleh sumber sejarah. 

rb-1

Malam 30 September 1965 — aksi penculikan dimulai

rb-2

  • Malam hari, 30 September 1965: Sekelompok militer berpangkat menengah yang mengorganisir diri dengan nama Gerakan September 30 (Gestapu) bergerak di Jakarta dengan tujuan menculik sejumlah perwira tinggi Angkatan Darat. Mereka diarahkan untuk mengambil alih tokoh-tokoh militer tertentu. Dalam beberapa jam berikutnya beberapa perwira tinggi diculik dari rumah dinas atau kediaman mereka. 

Dini hari 1 Oktober 1965 — enam jenderal tewas; Lubang Buaya

  • Dini hari 1 Oktober 1965: Dari tujuh target, enam perwira ditemukan tewas berikut jenazahnya dilaporkan ditemukan di sebuah lokasi yang kemudian dikenal sebagai Lubang Buaya (Jakarta Timur). Di antara korban ada Mayor Jenderal Ahmad Yani dan beberapa perwira lain. Seorang perwira tinggi, Jenderal Abdul Haris Nasution selamat dari upaya pembunuhan.

Korban G30S PKIKorban G30S PKI

Perwira tinggi (jenderal / perwira menengah tinggi) yang menjadi korban

  1. Letnan Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani — Menteri/Panglima Angkatan Darat. 
  2. Mayjen (Anumerta) M. Tirtodarmo Haryono (M.T. Haryono) — perwira tinggi AD.
  3. Mayjen (Anumerta) Raden Suprapto (R. Suprapto / Soeprapto) — perwira tinggi AD.
  4. Mayjen (Anumerta) S. Parman — Asisten Intelijen / perwira tinggi AD. 
  5. Mayjen (Anumerta) D. I. Pandjaitan (D.I. Panjaitan) — perwira tinggi AD. 
  6. Brigjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo — perwira tinggi AD. 

(Catatan: beberapa daftar menyebut tujuh perwira yang menjadi target penculikan; Abdul Haris Nasution adalah salah satu target namun berhasil lolos dari upaya pembunuhan.) 

Korban lain (bukan perwira tinggi) yang juga tewas/menjadi korban dalam peristiwa terkait

  1. Letnan Satu (Anumerta) Pierre Tendean — ajudan/penumpang A.H. Nasution (meninggal saat peristiwa). 
  2. K.S. Tubun (Anumerta) — sering tercantum sebagai salah satu korban yang ditemukan/tewas terkait peristiwa.
  3. Kolonel (Anumerta) Sugiyono — tercantum di beberapa daftar korban.
  4. Brigjen (Anumerta) Katamso — dicatat tewas dalam aksi yang berhubungan (terutama di wilayah Yogyakarta/daerah).
  5. Ade Irma Suryani Nasution — putri bungsu Jenderal Abdul Haris Nasution; masih anak-anak (sekitar 5 thn) tertembak dan meninggal beberapa hari kemudian; dikenang sebagai salah satu korban non-militer yang sangat disorot. 

Peristiwa G30S/PKI (30 Sept–1 Okt 1965) menewaskan beberapa perwira tinggi TNI AD dan korban lainnya, sejumlah di antaranya kemudian dinobatkan oleh pemerintah sebagai Pahlawan Revolusi, dan peristiwa itu memicu gelombang penumpasan politik yang mengubah wajah pemerintahan Indonesia. 

Monumen Lubang BuayaMonumen Lubang Buaya

Korban yang ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi 

  1. Ahmad Yani — KSAD (anumerta); ditetapkan Pahlawan Revolusi 
  2. Raden (R.) Suprapto — Letjen AD (anumerta); ditetapkan 5 Okt 1965. 
  3. Mas Tirtodarmo Haryono (M.T. Haryono) — Letjen AD (anumerta); ditetapkan 5 Okt 1965.
  4. Siswondo Parman (S. Parman) — Letjen AD (anumerta); ditetapkan 5 Okt 1965. 
  5. Donald Isaac (D.I.) Pandjaitan — Mayjen AD (anumerta); ditetapkan 5 Okt 1965.
  6. Sutoyo Siswomiharjo — Brigjen AD (anumerta); ditetapkan 5 Okt 1965. 
  7. Pierre Andreas (Pierre) Tendean — Kapten (anumerta), ajudan; ditetapkan Pahlawan Revolusi (penetapan: 5 Okt 1965 / kenaikan pangkat anumerta dilaporkan segera setelah penemuan jenazah). 
  8. Karel Satsuit Tubun (K.S. Tubun), AIP II (anumerta); dicantumkan sebagai Pahlawan Revolusi (Keppres terkait 5 Okt 1965 untuk beberapa nama). 
  9. Katamso Darmokusumo (Katamso) — Brigjen/kolonel (anumerta), gugur di Yogyakarta; penetapan Pahlawan Revolusi untuk Katamso tercatat (penetapan terpisah, 19 Okt 1965). 
  10. Sugiyono / Sugiono Mangunwiyoto (variasi ejaan pada sumber), Kolonel/Perwira (anumerta); termasuk dalam daftar Pahlawan Revolusi menurut sumber-sumber pemerintah dan media.

1–2 Oktober 1965: pengumuman dan manuver militer

  • Pagi 1 Oktober 1965: Kelompok yang mengaku mengambil tindakan mengumumkan melalui radio bahwa mereka telah “menggagalkan rencana kudeta para jenderal” dan menyatakan pengambilalihan kekuasaan untuk melindungi Presiden Sukarno dari apa yang mereka klaim sebagai konspirasi militer. Pernyataan ini cepat memicu kebingungan dan klaim-klaim berlawanan di arena politik. 
  • Respon Angkatan Darat: Komandan Kostrad, Mayor Jenderal Soeharto, mengambil langkah cepat untuk mengendalikan situasi militèr di Jakarta, mengumpulkan pasukan yang setia kepadanya dan menekan unsur pemberontak. Dalam beberapa hari berikutnya Soeharto memperkuat posisinya sebagai tokoh pengendali militer.

Awal Oktober 1965 dan setelahnya diikuti pembersihan anti-komunis dan perubahan politik

  • Gelombang penumpasan dan kekerasan: Dalam minggu–bulan berikutnya terjadi tindakan pembersihan anti-komunis yang meluas di berbagai daerah Indonesia: penangkapan, eksekusi, dan pembunuhan massal terhadap orang-orang yang dituduh berafiliasi dengan PKI atau simpatisan kiri. Angka korban masih diperdebatkan; berbagai estimasi dan penelitian menunjukkan rentang sangat luas (puluhan ribu hingga ratusan ribu, bahkan ada laporan yang menyebut jutaan dalam kajian tertentu). Dampak sosial-politiknya sangat besar, PKI dilarang dan pengaruh politik kiri hampir lenyap. 
  • Konsolidasi kekuasaan Soeharto & lahirnya Orde Baru: Peristiwa ini menjadi titik tolak bagi naiknya Soeharto dan melemahnya posisi Presiden Sukarno; gelombang politik berikutnya (termasuk manuver administratif dan legislative tahun-tahun berikutnya) membentuk era yang disebut Orde Baru

Siapa yang bertanggung jawab menjadi kontroversi historiografis

Tanggung jawab peristiwa ini adalah satu topik paling diperdebatkan dalam sejarah kontemporer Indonesia. Ada beberapa aliran penjelasan yang menonjol:

  1. Versi resmi Orde Baru (konsensus lama): PKI merencanakan dan memimpin operasi untuk menggulingkan Angkatan Darat dan mengambil kekuasaan; para pelaku adalah kombinasi unsur PKI dan perwira tertentu. Versi ini dijadikan narasi dominan pada masa Orde Baru. 
  2. Pendekatan revisionis/akademik modern: Sejumlah peneliti menyorot kompleksitas bukti, kemungkinan keterlibatan faksi-faksi militer internal, manipulasi informasi, dan peran propaganda. Penelitian arsip internasional dan kajian akademis menilai bahwa klaim langsung mengenai keterlibatan struktural PKI belum sepenuhnya “terbukti” menurut standar historiografi modern, sehingga banyak aspek masih diperdebatkan. Sumber-sumber arsip baru juga dipakai untuk merekonstruksi jaringan keputusan pada saat itu. 

Karena sifat politis dan sensitif dari bukti serta banyaknya dokumen yang dibatasi atau dimanipulasi pada masa Orde Baru, perdebatan akademis masih berlanjut sampai sekarang. 

Dampak jangka pendek & panjang

  • Jangka pendek: Hancurnya organisasi PKI (larangan resmi), penangkapan massal, pembunuhan, dan pembuangan atau pemenjaraan tokoh-tokoh kiri; pergantian kekuasaan efektif di tingkat militer menuju Soeharto. 
  • Jangka panjang: Trauma sosial, pergeseran orientasi politik Indonesia (antikomunisme menjadi landasan kebijakan Orde Baru), pembatasan kebebasan politik, dan dampak pada generasi yang hidup di era setelah 1965. Selain itu, ketidakpastian kebenaran historis menyebabkan upaya rekonsiliasi, pencarian kebenaran, dan penelitian terus-menerus hingga era reformasi.

Tag g30s pki pki

Terkait

Terkini