Buntut Jokes Toraja, Pandji Siap Hadapi Polisi dan Hukum Adat
Komika senior, Pandji Pragiwaksono, tengah menghadapi situasi serius menyusul materi stand-up comedy yang dibawakannya baru-baru ini.
Materi tersebut berbuntut panjang setelah dianggap menyinggung dan merendahkan martabat masyarakat adat Toraja.
Reaksi keras datang dari Aliansi Pemuda Toraja yang memutuskan untuk mengambil langkah hukum formal atas candaan tersebut.
Baca Juga: Kisah Pilu Arief Didu, Ngutang Popok Sebiji tapi Dapat Makan
Pandji Pragiwaksono secara resmi dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri atas dugaan penghinaan dan ujaran bernuansa SARA.
Perwakilan Aliansi Pemuda Toraja, Ricdwan Abbas, menyatakan bahwa materi yang dibawakan komika berusia 46 tahun itu telah melecehkan suku Toraja.
Baca Juga: Panji Pragiwaksono Dituntut 50 Kerbau Buntut Sebut Orang Toraja Miskin Gegara Pesta Pemakaman
"Komika Pandji Pragiwaksono telah melecehkan, menghina, dan merendahkan martabat suku Toraja saat membawakan materi standup-nya," ujar Ricdwan, dikutip dari detiknews.
Pihak pelapor menjelaskan bahwa langkah hukum terpaksa diambil karena hingga laporan dibuat, mereka menilai belum ada iktikad baik dari Pandji untuk mengklarifikasi atau menyampaikan permohonan maaf.
Menanggapi laporan dan polemik yang memanas, Pandji Pragiwaksono akhirnya buka suara.
Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, Selasa (4/11/2025), Pandji merilis pernyataan maaf secara terbuka.
Ia menegaskan akan menghormati proses hukum yang kini ditujukan kepadanya akibat masalah tersebut.
Bintang film Insya Allah Sah 2 itu juga mengaku mendapat banyak pelajaran berharga dari kejadian ini.
"Saya akan belajar dari kejadian ini, dan menjadikannya momen untuk menjadi pelawak yang lebih baik-lebih peka, lebih cermat, dan lebih peduli," janji Pandji dalam pernyataannya.
Postingan Pandji Pragiwaksono [Instagram]
Lebih lanjut, Pandji mengungkapkan bahwa dirinya telah menjalin komunikasi langsung dengan pihak yang memahami konteks adat secara mendalam.
Ia mengaku telah berdialog melalui telepon dengan Rukka Sombolinggi, yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Dalam dialog tersebut, Pandji mendapatkan penjelasan komprehensif mengenai keindahan, makna, dan kedalaman filosofi budaya Toraja.
"Dari obrolan itu, saya menyadari bahwa joke yang saya buat memang ignorant (abai/tidak tahu)," aku Pandji.
Atas kesadaran tersebut, ia secara spesifik menyampaikan permintaan maaf yang tulus kepada seluruh masyarakat Toraja yang merasa tersinggung atau dilukai oleh candaannya.
"Untuk itu saya ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat Toraja," lanjutnya.
Dalam pernyataan yang sama, Pandji juga membeberkan bahwa dirinya kini bersiap menghadapi dua proses hukum yang berjalan secara paralel.
"Saat ini ada dua proses hukum yang berjalan: proses hukum negara, karena adanya laporan ke kepolisian, dan proses hukum adat," jelasnya.
Berdasarkan pembicaraannya dengan Rukka Sombolinggi, Pandji memahami bahwa proses penyelesaian secara adat memiliki mekanisme khusus.
"Penyelesaian secara adat hanya dapat dilakukan di Toraja," ungkapnya.
Pandji Pragiwaksono [Youtube]
Untuk menindaklanjuti hal ini, sebuah pertemuan tengah diinisiasi. Pandji menyebut bahwa Rukka Sombolinggi bersedia untuk memfasilitasi pertemuan antara dirinya dengan perwakilan dari 32 wilayah adat Toraja.
Pandji berkomitmen untuk mengupayakan jalur penyelesaian adat tersebut sebagai bentuk tanggung jawabnya.
"Saya akan berusaha mengambil langkah itu," tegasnya.
Namun, ia juga realistis dengan situasi. "Namun, bila secara waktu tidak memungkinkan saya akan menghormati dan menjalani proses hukum negara yang berlaku," tambah Pandji.
Di tengah masalah yang menjeratnya, Pandji Pragiwaksono turut menyampaikan pesan penting untuk rekan-rekan seprofesinya di dunia stand-up comedy.
Ia berharap insiden ini tidak membuat para komika lain menjadi takut atau berhenti mengangkat isu budaya dalam karya-karya mereka.
Pandji secara terbuka menyatakan ketidaksetujuannya terhadap anggapan bahwa pelawak tidak boleh sama sekali membicarakan isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).
Menurutnya, SARA adalah bagian tak terpisahkan dari identitas dan keragaman luar biasa yang dimiliki bangsa Indonesia.
"Yang penting bukan berhenti membicarakan SARA, tapi bagaimana membicarakannya tanpa merendahkan atau menjelek-jelekkan," tukas Pandji.
Ia pun berharap para komika di Indonesia dapat terus bercerita tentang adat dan tradisi bangsa, namun dengan cara yang lebih bijak dan penuh rasa hormat.