Ustaz Yahya Waloni Akui Dulu Dakwahnya Berlebihan sampai Sakiti Umat Kristen
Gosip

Kabar duka datang dari dunia dakwah Tanah Air. Ustaz Yahya Waloni meninggal dunia di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada Jumat, 6 Juni 2025.
Ia mengembuskan napas terakhirnya di atas mimbar, tepat saat menyampaikan khutbah salat Jumat di Masjid Darul Falah, kawasan Minasa Upa.
Peristiwa wafatnya sang ustaz secara mendadak saat menjalankan tugas keagamaan membuat banyak pihak merasa kehilangan. Meski semasa hidupnya dikenal sebagai dai yang sering menuai kontroversi, tak sedikit pula yang mengenangnya sebagai pribadi yang berani dan tak segan mengungkapkan pendapat.
Baca Juga: Terungkap Alasan Tessa Kaunang Bercerai, Diajak Sandy Tumiwa Masuk Islam
Nama Yahya Waloni dikenal luas karena gaya ceramahnya yang keras dan tanpa tedeng aling-aling. Ia kerap menyampaikan pandangan-pandangannya secara blak-blakan, termasuk dalam isu-isu keagamaan yang sensitif.
Salah satu pernyataannya yang paling menimbulkan polemik adalah saat menyebut kitab Injil sebagai "fiktif dan palsu". Pernyataan tersebut kemudian menyeretnya ke meja hijau dan berujung pada hukuman penjara dengan dakwaan penistaan agama.
Baca Juga: Mualaf, Pinkan Mambo dan Arya Khan Sah Menikah
Namun, setelah bebas dari masa tahanannya, Yahya Waloni mulai menunjukkan perubahan dalam cara berdakwah. Dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Close The Door milik Deddy Corbuzier, ia mengakui bahwa dirinya pernah terjebak dalam semangat berlebihan yang berujung menyakiti umat lain, khususnya Kristen.
"Saya sadar bahwa dakwah saya dahulu ujung-ujungnya malah mencelakai orang Kristen," ujar Yahya dalam perbincangan tersebut.
Ia menambahkan bahwa pada masa itu, dirinya terbawa emosi dan kehilangan kendali. "Memang waktu itu dikuasai setan," katanya sembari tertawa kecil, menandakan penyesalan yang mendalam namun tetap terbuka untuk introspeksi.
Deddy Corbuzier yang menjadi pembawa acara, sempat bertanya kritis, "Apa yang sebenarnya Anda pikirkan ketika mengucapkan itu?"
Yahya menjawab dengan jujur bahwa saat itu tidak ada pertimbangan panjang, hanya dorongan kuat untuk 'menyerang' pihak yang dianggap berbeda.
Yahya Waloni bukanlah sosok biasa. Sebelum memeluk Islam, ia dikenal sebagai pendeta dan bahkan sempat menjabat sebagai pimpinan lembaga pendidikan teologi di Papua.
Latar belakangnya yang unik menjadikan perjalanannya menuju Islam menarik perhatian banyak kalangan.
Setelah menjadi mualaf pada tahun 2006, Yahya aktif berdakwah dan dikenal sebagai salah satu tokoh yang cukup berani menyuarakan kritik terhadap ajaran yang dulu ia anut. Sayangnya, gaya retorika yang tajam kerap memicu kontroversi hingga akhirnya menjeratnya dalam kasus hukum.
Wafatnya Yahya Waloni di atas mimbar, dalam suasana ibadah, menimbulkan kesan mendalam di hati umat. Meski selama hidupnya banyak menimbulkan pro dan kontra, namun momen kepergiannya di tengah khutbah Jumat dianggap sebagai tanda husnul khatimah—akhir kehidupan yang baik dalam Islam.
Pengikut dan rekan sejawatnya menyampaikan rasa duka yang mendalam. Banyak yang mengakui bahwa meskipun tegas, Yahya adalah sosok yang memiliki semangat tinggi dalam menyampaikan ajaran agama.
Perjuangan dakwahnya, dengan segala suka dan dukanya, menjadi inspirasi tersendiri bagi sebagian orang.