Pemilik Brand Buttonscarves Diduga Ikut Serta Korupsi PT Antam, Muncul Boikot
Gosip

Pemilik brand Buttonscarves diduga menjadi terdakwa dalam korupsi PT Antam yang merugikan negara hingga Rp3,3 triliun.
Netizen pun membicarakan oknum ini di media social sehingga muncul Gerakan boikot pada brand muslim wear ini.
"Nama tersangka korupsi Antam mencuat ternyata salah satunya itu bapak dari owner brand hijab besar," tulis seorang netizen.
Baca Juga: Didesak Klarifikasi Usai Diterpa Isu Korupsi PT Antam, CEO Buttonscarves Linda Anggrea Terbang ke Malaysia
"Plot twist buat yang capek-capek kerja, capek ngewar beli koleksi hijabnya ternyata kalian memperkaya keluarga koruptor," sambungnya.
Cuitan itu langsung ditanggapi netizen lainnya yang memposting unggahan media social brand itu.
Baca Juga: Buttonscarves Diboikot Buntut Korupsi PT Antam, CEO Linda Anggrea Doyan Plesiran ke Luar Negeri
"Guysss...hindari produk ini yaaa, ternyata keluarga koruptor, kalian beli juga hanya memperkaya mereka," tambah netizen.
Dia memposting display jualan di akun marketplace Buttonscarves Official Shop dan LACE by Artkea.
Diketahui jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung mengatakan korupsi PT Antam merugikan negara hingga Rp3,3 triliun.
Pelaku korupsi meliputi enam mantan petinggi Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia Antam.
Tutik Kustiningsih, Herman, Dody Martimbang, Abdul Hadi Aviciena, Muhammad Abi Anwar dan Iwan Dahlan.
Di media social, beredar kerugian negara mencapai Rp5,9 kuadriliun adalah hoaks.
Harli Siregar selaku Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung tidak membenarkan jumlah tersebut.
"Mana ada itu. Tidak ada kerugian sebesar itu. Dari proses yang sedang berjalan juga tidak menyebut jumlah kerugian," ungkap Harli.
Korupsi PT Antam ini diduga berjalan 2010 hingga 2022 menyebabkan 109 ton enam berlogo Antam beredar illegal.
Selain enam mantan pejabat PT Antam, mereka juga bekerja sama dengan tujuh oknum lainnya.
Mereka adalah Lindawati Efendi, Suryadi Lumantara, Suryadi Jonathan, James Tamponawas, Ho Kioen Tjay, Djudju Tanuwidjaja dan Gluria Asih Rahayu.