Menteri Bahlil Wajibkan Etanol 10 Persen pada Bensin, Fitra Eri Skakmat Begini!

Pemerintah, lewat Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, menggodok wacana untuk mewajibkan kandungan etanol sebesar 10 persen pada bahan bakar bensin mulai tahun 2026.
Kebijakan yang bertujuan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil ini menuai beragam tanggapan, termasuk dari kalangan praktisi otomotif.
Influencer otomotif dan mantan pembalap, Fitra Eri, memberikan pandangan mendalamnya mengenai rencana ini. Ia memulai dengan menjelaskan dasar dari kebijakan tersebut.
"Apa sih etanol? Etanol adalah biofuel yang dicampur ke bahan bakar fosil untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil. Kalau misalnya etanol 10 persen, itu artinya kita pakai bahan bakar fosilnya hanya 90 persen," jelas Fitra.
Ia mengakui bahwa etanol telah digunakan di banyak negara, dengan Amerika Serikat sebagai pengguna terbesar. Namun, transisi ke bahan bakar beretanol, menurutnya, harus dipertimbangkan secara matang dengan melihat kelebihan dan kekurangannya.
Fitra Eri
Fitra menyebutkan dua keunggulan utama etanol.
"Kelebihan etanol yang pertama mengurangi konsumsi bahan bakar fosil, yang kedua adalah bisa meningkatkan oktan dengan mudah."
Namun, di balik kelebihannya, Fitra dengan detail memaparkan beberapa kekurangan kritis yang perlu diwaspadai, terutama dalam konteks Indonesia.
"Nah, tapi dia juga punya beberapa kekurangan. Yang pertama itu adalah nilai energinya tidak sebanyak bahan bakar fosil, sehingga dengan volume yang sama, mungkin bensin sedikit, tenaga sedikit berkurang, dan konsumsi bahan bakar lebih boros sedikit," ujar Fitra.
Kekurangan kedua, menurutnya, adalah sifat kimia etanol itu sendiri.
"Kemudian, yang ke-2 kelemahannya adalah sifat dasar etanol itu adalah menyerap air dari atmosfer. Jadi untuk negara-negara seperti Indonesia yang sangat lembab, itu bisa banyak menyerap air dan kita tahu air itu korosif, makannya etanol dibilang lebih korosif ke mesin," lanjutnya.
Lalu, apakah etanol aman untuk kendaraan kita? Fitra menegaskan bahwa keamanan bergantung pada kesiapan mesin dan formulasi bahan bakar.
"Ya, aman, asal mesin yang kita pakai memang sudah dirancang untuk menggunakan etanol, artinya mesin itu sudah memiliki metal di jalur bahan bakarnya sampai ke ruang bakar yang lebih tahan karat, serta bahan bakar yang kita gunakan memiliki aditif yang sudah dirancang dari awal untuk dicampur dengan base fuel yang memiliki etanol," lanjutnya panjang lebar.
Ia menambahkan bahwa penolakan dari sejumlah SPBU swasta kemungkinan besar terkait dengan tantangan formulasi ini.
"SPBU-SPBU swasta menolak etanol yang ada di base fuel itu kemungkinan besar karena aditif yang mereka miliki dari awal dirancang untuk base fuel yang tanpa etanol," jelasnya.
Fitra menekankan bahwa mengubah formulasi bahan bakar dan menyesuaikan teknologi mesin membutuhkan waktu yang tidak sebentar bagi para pelaku industri, baik pabrikan mobil maupun produsen bahan bakar.
Menutup pernyataannya, Fitra Eri menyatakan dukungannya untuk energi yang lebih bersih, namun dengan satu catatan penting.
"Jadi kalau misalnya pemerintah mau mengubah aturan, demi lingkungan yang lebih bersih bahan bakar dan energi terbarukan, saya dukung 100 persen, tapi harus diberikan waktu adaptasi untuk industri," terangnya.
Ia pun memberikan rekomendasi yang jelas.
"Pendapat saya, boleh berubah tapi tidak mendadak. Harus memberikan kesempatan untuk industri beradaptasi supaya kita sebagai konsumen mendapatkan yang terbaik," harapnya.
Dengan demikian, Fitra Eri mengajak semua pihak untuk memandang wacana ini secara komprehensif, menimbang segala dampak teknis, dan memberikan ruang bagi proses adaptasi yang memadai agar tujuan pengurangan emisi dapat tercapai tanpa menimbulkan masalah baru bagi konsumen dan industri otomotif dalam negeri.