Wafatnya PB XIII Picu Perang Tahta! Gusti Purbaya dan KGPHPA Tedjowulan Berebut jadi Raja
Wafatnya Sri Susuhunan Pakubuwono XIII (PB XIII) kembali membuka babak baru dalam konflik internal Keraton Surakarta Hadiningrat.
Tahta yang seharusnya diwariskan secara adat kini menjadi rebutan dua tokoh utama: Gusti Purbaya dan Kangjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung (KGPHPA) Tedjowulan.
Keduanya mengklaim sebagai pihak yang paling berhak memimpin Keraton Solo—lembaga adat dan simbol budaya Jawa yang sudah berdiri lebih dari dua abad.
Baca Juga: Viral Mahasiswi UIN Solo Lompat dari Lantai 4, Pihak Kampus Beri Klarifikasi
Putra bungsu PB XIII, KGPAA Hamangkunegoro atau yang dikenal dengan Gusti Purbaya, secara resmi menyatakan diri sebagai penerus tahta dengan gelar Pakubuwono XIV.
Pernyataan tersebut disampaikan sesaat sebelum jenazah PB XIII diberangkatkan menuju Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri, Bantul, Yogyakarta, Rabu (5/11/2025).
Gusti Purboyo Diangkat Jadi Raja Solo Instagram
Baca Juga: Wajah Bu Soleh Tongseng Kambing Solo Viral, Ada Hubungan dengan Budi Speed?
“Atas perintah dan titah Sri Susuhunan Pakubuwono XIII, saya, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamangkunegoro, pada hari ini, Rabu Legi, 14 Jumadilawal Tahun Dal 1959 atau 5 November 2025, naik tahta menjadi Raja Keraton Surakarta Hadiningrat dengan gelar Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono XIV,” ujar Purbaya dalam bahasa Jawa.
Prosesi sakral itu disebut sebagai momen simbolik penyerahan kekuasaan sesuai adat Kasunanan, dan menjadi langkah penting untuk menghindari kekosongan kepemimpinan.
Langkah Gusti Purbaya mendapat dukungan kuat dari kakaknya, GKR Timoer Rumbai Kusuma Dewayani. Ia menegaskan bahwa tindakan sang adik sesuai adat dan amanat almarhum PB XIII.
Menurutnya, pengambilan sumpah di hadapan jenazah raja bukan pelanggaran adat, tetapi bentuk kesetiaan dan tanggung jawab dalam menjaga keberlangsungan Keraton.
“Sejak tahun 2022, bapak (PB XIII) sudah menunjuk Gusti Purbaya sebagai penerus tahta. Jadi, ini bukan keputusan mendadak,” ungkap GKR Timoer.
Penunjukan itu dilakukan secara terbuka pada peringatan Tingalan Dalem Jumenengan ke-18 PB XIII, menandakan bahwa penetapan Purbaya sebagai penerus telah melalui proses panjang dan resmi.
Tedjowulan Menolak: Klaim Purbaya Dinilai Tak Sah
Namun langkah Purbaya tidak diterima semua pihak. Mahamenteri Keraton Solo, KGPHPA Tedjowulan, menolak klaim tersebut.
Ia berpendapat bahwa dirinya berhak menjalankan fungsi raja sementara (ad interim) berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri Nomor 430-2933 Tahun 2017.
Dalam SK itu, Tedjowulan ditunjuk sebagai Mahamenteri pendamping PB XIII dalam mengelola Kasunanan Surakarta di bawah koordinasi pemerintah pusat.
“Selama belum ada pengesahan resmi dari pemerintah, kepemimpinan sementara berada di tangan saya,” ujarnya.
Tedjowulan juga menekankan bahwa posisinya sebagai pejabat tertua di lingkungan Keraton memberinya tanggung jawab moral untuk menjaga stabilitas dan keutuhan lembaga adat tersebut.
Pernyataan Tedjowulan langsung memicu perdebatan panas di kalangan keluarga besar dan abdi dalem.
Pihak pendukung Purbaya menilai SK 2017 sudah tidak relevan, karena diterbitkan ketika PB XIII masih hidup.
Sementara kelompok Tedjowulan bersikukuh bahwa transisi kepemimpinan tidak bisa sepihak tanpa keterlibatan pemerintah sebagai pengawas resmi lembaga adat.
Perseteruan Lama yang Kembali Muncul
Nama Tedjowulan sendiri bukan sosok baru dalam konflik Keraton Solo. Ia merupakan adik beda ibu dari PB XIII, anak dari PB XII dengan istri keduanya, KRA Retnodiningrum.
Pada tahun 2004, Tedjowulan sempat dinobatkan oleh sebagian pengikutnya sebagai PB XIII tandingan, sebelum akhirnya berdamai dan mengakui kepemimpinan saudaranya pada 2012.
Tedjowulan Dan Gusti Purboyo Instagram
Sejak itu, ia dipercaya menjabat Mahamenteri, membantu urusan adat dan hubungan dengan pemerintah. Namun kini, setelah wafatnya PB XIII, dualisme kepemimpinan kembali muncul di tubuh Keraton Surakarta.
Pengamat budaya Jawa menilai konflik ini bisa berdampak pada kelangsungan fungsi budaya Keraton Solo sebagai pusat tradisi, kesenian, dan spiritual Jawa.
Pemerintah diharapkan segera menjembatani konflik internal ini agar tidak berlarut-larut seperti dua dekade silam, yang sempat membuat aktivitas budaya di Keraton terhenti.