Rumah Ludes Dijarah, Uya Kuya dan Eko Patrio Kini Pasrah Tak Dapat Pemasukan dari DPR
Gosip

Bak sudah jatuh tertimpa tangga, Eko Patrio dan Uya Kuya, harus pasrah menerima kenyataan kini mereka bakal tidak menerima hak gaji dan tunjangan lagi atas jabatan mereka sebagai anggota DPR. Hal ini tentu menyakitkan bagi mereka, lantaran mereka baru saja menjadi korban penjarahan rumah pada Jumat pekan lalu.
Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) secara resmi meminta penghentian sementara seluruh hak finansial dan fasilitas untuk dua anggotanya di DPR RI, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) dan Satria Utama (Uya Kuya).
Permintaan ini diajukan menyusul pemberlakuan status nonaktif terhadap keduanya.
Baca Juga: Uya Kuya Dibela: Di DPR Baru 8 Bulan, Beli Kucing Tak Pakai Gaji Anggota Dewan!
Ketua Fraksi PAN, Putri Zulkifli Hasan, menegaskan bahwa langkah ini merupakan bentuk tanggung jawab politik partai untuk menjaga akuntabilitas para wakil rakyat.
“Selama masa nonaktif, kami meminta agar pembayaran gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya dihentikan. Ini adalah komitmen PAN untuk menjaga kepercayaan publik,” ujar Putri dalam keterangan pers, Rabu (3/9/2025).
Permohonan resmi telah disampaikan kepada Sekretariat Jenderal DPR RI dan Kementerian Keuangan. Putri menekankan bahwa kebijakan ini penting untuk menjaga martabat lembaga legislatif dan memastikan penggunaan anggaran negara yang tepat serta transparan.
Baca Juga: Kondisi Rumah Uya Kuya Usai Dijarah, Pakaian Dalam Digantung di Pagar
Putri Zulkifli Hasan. (Instagram)
Sebelumnya, Partai NasDem juga mengambil langkah serupa dengan menghentikan gaji dan tunjangan bagi dua anggotanya, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, yang juga dinonaktifkan.
Langkah penghentian gaji dan tunjangan ini didasarkan pada surat keputusan partai bernomor 168-SE/DPP-NasDem/VIII, yang telah lebih dulu menetapkan status nonaktif mereka sejak 1 September lalu.
NasDem menegaskan bahwa ini adalah komitmen mereka dalam menjaga mekanisme dan integritas internal. Selanjutnya, Mahkamah Partai akan menentukan putusan akhir yang mengikat mengenai status keanggotaan mereka.
Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach
Sebelumnya, sejumlah pakar tata negara mengatakan bahwa tidak ada istilah "nonaktif" bagi anggota DPR di dalam Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Hal itu disampaikan oleh Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), lembaga nirlaba dan nonpartisan yang didirikan pada 2005, berfokus pada penelitian, pemantauan, edukasi, dan advokasi kebijakan untuk memajukan demokrasi dan menyelenggarakan pemilu yang jujur dan adil.
"Sedangkan dalam konteks anggota dewan biasa itu tidak dikenal istilah nonaktif. Jadi nonaktif itu memang sama sekali tidak dikenal dalam peristilahan perdewanan," katanya, dalam tayangan YouTube Kompas TV, Senin (1/9/2025).
Mengenai status anggota DPR yang bermasalah, Perludem menjelaskan bahwa istilah "nonaktif" secara formal hanya berlaku bagi pimpinan dan anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang sedang dalam proses pengaduan. Untuk anggota dewan biasa, istilah yang benar adalah Pemberhentian Antar Waktu (PAW).
Aturan PAW diatur dalam Pasal 239 UU MD3. Pemberhentian dapat terjadi jika anggota DPR meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan karena melanggar sumpah/janji, kode etik, melakukan tindak pidana berat, mangkir dari tugas, atau tidak lagi memenuhi syarat.
Selanjutnya, kursi yang lowong akan diisi melalui Penggantian Antar Waktu oleh calon dari partai dan daerah pemilihan yang sama yang memperoleh suara terbanyak berikutnya.