Me and Moms

Mom, Jangan Tawarkan Camilan saat Anak Rewel Ya!

Orangtua, memberikan camilan favorit agar anak tidak rewel adalah keputusan yang buruk. Menurut penelitian, hal itu terjadi karena makanan yang mereka makan cenderung tinggi akan kalori.

Padahal, konsep sogokan ini adalah hal yang lumrah dilakukan orangtua sebagai upaya untuk menenangkan anak yang menangis.

Ilustrasi anak. (Pexels)

Andai hal tersebut dilakukan, artinya orangtua telah mengajarkan anak untuk menjadi seorang pemakan emosional dalam jangka panjang.

Makan emosional atau makan saat sedang merasa sedih atau marah merupakan kebiasan akibat respons suasana hati yang negatif, yang kini mulai menjangkiti anak-anak dan remaja.

Sebuah studi dari Norwegia memiliki menunjukkan bagaimana orangtua yang memberi anak makan untuk menenangkan perasaan negatif cenderung menjadi tukang makan emosional di kemudian hari.

Temuan yang dipublis dalam jurnal Child Development tersebut berasal dari para periset di Universitas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Norwegia, King’s College London, University College London, dan University of Leeds.

“Memahami dari mana makan emosional berasal merupakan hal yang penting karena perilaku semacam itu dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan dan mengembangkan gangguan makan,” tulis Silje Steinsbekk, seorang profesor psikologi di Universitas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Norwegia.

Ilustrasi anak makan. (Pexels)

“Jika kita bisa mengetahui apa yang mempengaruhi perkembangan makan emosional pada anak kecil, orangtua bisa diberikan saran bermanfaat tentang bagaimana mencegahnya.”

“Ketika anak-anak makan untuk menenangkan perasaan negatif mereka, makanan mereka cenderung tinggi kalori (misalnya permen) sehingga mereka mengkonsumsi lebih banyak kalori.

“Jika mereka terlalu banyak makan berlebihan, mereka juga cenderung kelebihan berat badan. Makan emosional juga terkait dengan perkembangan kelainan makan selanjutnya (misalnya, bulimia dan pesta makan),” lanjutnya lagi.

Penelitian ini berusaha mengetahui mengapa anak makan secara emosional dan merupakan penelitian pertama yang mempertimbangkan masalah pada anak usia sekolah.

Periset memeriksa pemberian makan emosional di sebuah kelompok yang diwakilkan oleh 801 anak berusia empat tahun, usia enam, delapan, dan 10 di Norwegia.

Orangtua diminta untuk melengkapi kuesioner yang mengenai saat makan dan temperamen emosional anak-anak seperti betapa mudahnya mereka menjadi marah san seberapa baik mereka bisa mengendalikan emosi.

Sekitar 65 persen anak-anak menunjukkan bahwa mereka tipe pemakan emosional.

Studi tersebut menemukan bahwa anak-anak muda yang orangtuanya menawari mereka makanan untuk kenyamanan pada usia empat dan enam memiliki lebih banyak makan emosional pada usia 8 dan 10.

“Kami tahu bahwa anak-anak yang lebih mudah marah dan memiliki lebih banyak kesulitan mengendalikan emosi mereka cenderung makan secara emosional daripada anak-anak yang lebih tenang.

“Mungkin karena mereka mengalami lebih banyak emosi negatif dan makan membantu mereka tenang,” catatan Lars Wichstrøm, profesor psikologi di Universitas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Norwegia, yang turut menulis penelitian ini.

“Penelitian kami menambah pengetahuan ini dengan menunjukkan bahwa anak-anak yang lebih mudah marah berisiko tinggi menjadi pemakan emosi.”

Penulis menyarankan bahwa alih-alih menawarkan makanan, orangtua dan pengasuh lebih baik mencoba menenangkan anak dengan cara mengajak berbicara, memberi pelukan, atau menenangkan dengan cara tidak melibatkan makanan.

“Makanan dapat bekerja untuk menenangkan anak, tapi sisi negatifnya adalah mengajari anak-anak untuk mengandalkan makanan untuk mengatasi emosi negatif, yang dapat memiliki konsekuensi negatif dalam jangka panjang,” tambah Steinsbekk.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top
Exit mobile version