Curhat di MK, Sammy Simorangkir 'Dipalak' Rp5 Juta Tiap Nyanyikan Lagu Kerispatih
Music

Mantan vokalis Kerispatih, Sammy Simorangkir memberikan kesaksian mengejutkan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sammy mengungkapkan bahwa dirinya pernah diminta biaya sebesar Rp5 juta per lagu Kerispatih setiap kali dia menyanyikannya.
"Jauh sebelum ada masalah ini berlangsung, pada awal perjalanan saya sebagai penyanyi solo setelah saya dikeluarkan secara sepihak dan tidak lagi menjadi bagian dari grup band musik Kerispatih," kata Sammy di ruang sidang MK, Jakarta Pusat pada Selasa (22/7/2025).
Baca Juga: Sammy Simorangkir dan Viviane Punya Rumah Unik, Ruang Tamunya di Lantai 2
"Saya pernah dilarang secara lisan untuk menyanyikan lagu-lagu Kerispatih, kecuali jika saya membayar Rp5 juta per lagu," sambungnya.
Pemilik nama lengkap Hendra Samuel Simorangkir ini hadir di MK sebagai saksi dalam uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Baca Juga: Ayah Sammy Simorangkir Meninggal Dunia Karena Kanker Usus Menyebar ke Leher
Uji materi ini diajukan oleh musisi ternama seperti Ariel Cs, Arman Maulana, dan 27 musisi lainnya.
Sammy, yang dulunya adalah vokalis ikonik Kerispatih sebelum akhirnya berpisah menjelaskan bahwa larangan menyanyikan lagu-lagu band tersebut muncul setelah dia keluar.
"Larangan ini disampaikan oleh pihak band Kerispatih yang saya duga kuat dilakukan atas permintaan Saudara Badai sebagai pencipta utama lagu-lagu tersebut," jelas Sammy.
Ironisnya belakangan Badai juga memutuskan keluar dari Kerispatih.
Selanjutnya, Badai melayangkan somasi kepada Kerispatih dan Sammy dengan tuntutan agar mereka tidak menyanyikan lagu-lagu ciptaannya kecuali ada kesepakatan berdasarkan draf perjanjian yang dia ajukan.
Sammy pun menjelaskan inti perjanjian tersebut.
"Inti dari perjanjian tersebut adalah apabila saya atau Kerispatih ingin menyanyikan lagu tersebut maka masing-masing diwajibkan membayar kontribusi 10 persen dari honorarium atau pendapatan off air, yang diperoleh dari pertunjukan yang membawakan lagu-lagu tersebut," ungkap Sammy.
Sammy merasa dirugikan karena dia menganggap jasanya dalam membesarkan dan mempopulerkan lagu-lagu ciptaan Badai saat masih di Kerispatih tidak diakui.
Dia pun merasa tidak aman dan mengalami kerugian konstitusional akibat ketidakpastian hukum dan ketidakadilan ini.
"Seolah-olah kontribusi kami tidak pernah ada. Padahal tanpa kami yang menyanyikan dan mempopulerkannya, lagu-lagu itu mungkin tidak akan pernah mencapai hati publik sebagaimana yang terjadi hari ini," tutur Sammy.
Sammy memahami bahwa pembayaran hak pencipta lagu seharusnya dilakukan secara otomatis melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), bukan langsung kepada pencipta lagu secara pribadi, seperti kasusnya dengan Badai.
"Saya berharap Mahkamah Konstitusi berkenan memberikan penafsiran konstitusional yang menjamin kami para penyanyi, para pelaku pertunjukan," ucap Sammy.
"Dalam kepastian hukum dan perlindungan yang adil serta menyeimbangkan antara hak pencipta dan hak-hak pelaku yang lain yang telah berjasa dalam menghidupkan karya tersebut," tutup Sammy.